Kamis, 29 Desember 2011

kebijakan dakwah ali bin abi thalib

Tidak berapa lama sesudah Imam Ali r.a. mengucapkan amanatnya yang pertama, muncullah persoalan baru. Waktu itu hanyak orang sedang berkerumun untuk menerima pembagian harta ghanimah dari Baitul Mal.

Kepada seorang jurutulis, Ubaidillah bin Abi Rafi’, Amirul Mukminin memerintahkan supaya pembagian dimulai dari kaum Muhajirin, dengan masing-masing diberi 3 dinar. Kemudian menyusul kaum Anshar. Semuanya mendapat jumlah yang sama, yaitu 3 dinar.

Waktu itu, seorang bernama Sahl bin Hanif bertanya: apakah dua budaknya yang baru dimerdekakan hari itu, juga akan menerima jumlah yang sama? Dengan tegas Imam Ali r.a. mengatakan, bahwa semua orang menerima hak yang sama yaitu 3 dinar.

Ketika pembagian ghanimah berlangsung, beberapa orang tokoh penting tidak hadir. Di antara yang tidak hadir itu ialah Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Al-’Awwam, Abdullah bin Umar, Said bin Al-Ash.

Perobahan Drastis

Beberapa waktu setelah pembagian ghanimah dilaksanakan, timbullah ketegangan antara Imam Ali r.a. dengan sekelompok orang-orang Qureiys. Peristiwanya terjadi di masjid Madinah, sehabis shalat subuh. Selesai mengimami shalat, Amirul Mukminin duduk seorang diri. Kemudian ia didekati oleh Al-Walid bin Uqbah bin Abi Mu’aith.

Atas nama teman-temannya (termasuk yang tidak hadir pada saat pembagian ghanimah) ia mengatakan kepada Imam Ali: “Ya Abal Hasan (nama panggilan Imam Ali ra.), hati kami semua sudah pernah anda sakiti. Tentang aku sendiri, ayahku telah anda tewaskan dalam perang Badr, tetapi aku tetap dapat bersabar. Lalu dalam peristiwa lain, anda tidak mau menolong saudaraku. Tentaug Sa’id, dalam perang Badr juga ayahnya telah anda tewaskan. Sedang mengenai Marwan, anda juga pernah menghina ayahnya di depan Khalifah Utsman bin Affan, yaitu ketika Marwan diangkat sebagai pembantunya.”

Setelah berhenti sejenak untuk mengubah gaya duduknya, Al-Walid melanjutkan: “Mereka itu semuanya adalah kaum kerabat anda sendiri dan di antara mereka itu bahkan terdapat beberapa orang terkemuka dari Bani Abdi Manaf. Sekarang kami telah membai’at anda, tetapi kami mengajukan syarat. Yaitu agar anda tetap memberikan kepada kami jumlah pembagian ghanimah yang selama ini sudah diberikan oleh Khalifah Utsman kepada kami.”

Setelah berfikir sejenak, Al-Walid meneruskan: “Selain itu, anda harus dapat menjatuhkan hukuman mati kepada orang yang telah membunuh Utsman bin Affan. Ketahuilah, jika kami ini merasa takut kepada anda, tentu anda sudah kami tinggalkan dan kami bergabung dengan Muawiyah di Syam.”

Kalimat yang terakhir ini jelas merupakan intimidasi politik yang dapat dikaitkan dengan rencana gelap Muawiyah bin Abi Sofyan di Syam.

Tanpa ragu-ragu Imam Ali r.a. secara terus terang menjawab intimidasi politik Al-Walid itu. Ia berkata: “Tentang tindakan-tindakan yang kalian sebut sebagai menyakiti hati kalian, sebenarnya kebenaran Allah-lah yang menyakiti hati kalian. Tentang jumlah pembagian harta yang selama ini kalian terima dari Khalifah Utsman, kutegaskan, bahwa aku tidak akan mengurangi atau menambah hak yang telah ditetapkan Allah bagi kalian dan bagi orang-orang lain. Adapun mengenai keinginan kalian supaya aku menjatuhkan hukuman mati kepada orang yang membunuh Utsman, jika aku memang wajib membunuhnya, tentu sudah kubunuh sejak kemarin-kemarin. Jika kalian takut kepadaku, akulah yang akan menjamin keselamatan kalian. Tetapi jika aku yang takut kepada kalian, kalian akan kusuruh pergi!”

Mendengar jawaban Imam Ali r.a. yang begitu tegas, Al-Walid beranjak meninggalkan tempat, kemudian mendekati teman-temannya yang sedang bergerombol di sudut lain dalam masjid. Kepada mereka Al-Walid menyampaikan apa yang baru didengarnya sendiri dari Amirul Mukminin. Tampaknya mereka tidak mempunyai persamaan pendapat tentang bagaimana cara menunjukkan sikap menentang Imam Ali r.a. dan bagaimana cara menyebarkan rasa permusuhan terhadapnya.

Kebiajakan dakwah ali bin abi thalib
1. Kader-kader terbaik rosul telah memimpin pemerintahan islam selama 30 tahun. Kekuatan imam yang ada di atas dada mereka menciptakan motivasi yang kuat untuk melakukan aktivitas dakwah keluar jazirah arabiah. Motif dakwah tersebut membuat kaum muslimin tidak pernah lelah melakukan perjalanan panjang membuka negeri demi negeri untuk menyiarkan islam. Aktivitas mereka tersebut di dalam sejarah islam di kenal dengan futuhat islamiah.
2. Sarana terbesar dakwah pada masa ini (kurang lebih 30 tahun) adalah pemerintahan dan kekuasaan. Lewat media pemerintahan para khalifah menentukan kebijakan dan strategi dakwah baik masyarakat islam atau di luar masyrakat islam.
3. Futuhat islamiah yang di lakukan oleh para sahabat selalu di ikuti oleh perluasan pemikiran islam. Mayoritas penduduk yang di datangi oleh kaum muslimin memeluk islam karena pilihan mereka. Mereka memandang kaum muslimin bukan sebagai hantu yang menakutkan, tetapi ibarat kapal penyelamat yang siap membawa mereka ke pulau impian.
4. Kesibukan kaum muslimin membuka wilayah dakwah baru tidak membuat mereka lupa memelihara dan mengembangkan pemikiran islam.
5. Menjaga keutuhan al-qur’an al karim dan mengumpulkannya dalam bentuk mushaf pada abu bakar.
6. Memberlakukan mushaf standar pada masa utsman bin affan.
7. Keseriusan untuk mencari dan mengajarkan ilmu dan memerangi kebodohan berislam para penduduk negeri. Oleh sebab itu, para sahabat pada masa utsman bin affan dikirim ke berbagai pelosok untuk menyiarkan islam. Mereka mengajarkan al-qur’an sunnah rosul kepada banyak penduduk negeri yang sudah dibuka.
8. Sebagian orang yang tidak senang kepada islam, terutama dari pihak orientalis abad ke-19 banyak yang mempelajari fenomenal futuhat islamiah dan menafsirkannya dengan motif bendawi. Mereka mengatakan bahwa futuhat adalah perang dengan motif ekonomi, yaitu mencari dan mengeruk kekayaan negeri yang ditundukkan. Interprestasi ini tidak sesuai dengan kenyataan sejarah yang berbicara bahwa bergeraknya sahabat adalah karena imam yang bersemayam hidup di dada mereka.
9. Islam pada masa awal tidak mengenal pemisahan antara dakwah dan negara, antara da’I dan panglima. Tidak dikenal orang yang berprofesi khusus sebagai da’i. para khalifah adalah penguasa, imam sholat, mengadili orang yang berselisih, da’I, dan juga panglima perang. Da’I pada masa awal tidak di pahami sebagai mana pemahaman kita hari ini.