Selasa, 29 Mei 2012

Mengapa manusia berbeda pendapat tentang kebahagian?

Dalam buku “segarnya mata air iman” karangan Dr. Mukmin Fathi Al-haddad hal 42-48 disebutkan bahwa dalam surat Hud ayat 118 yang artinya : jikalau Rabbmu menghendaki, tentu dia akan menjadikan umat yang satu, mereka senantiasa berselisih pendapat. Ibnu Qayyim menyebutkan dan menghitung kelompok-kelompok jiwa manusia yang serupa pada beberapa golongan kelompok hewan dan burung.
Maka beliau berkata : “sebagian dari mereka ada yang berjiwa anjing, yang menemukan bangkai yang bisa mengenyangkan seribu ekor anjing, pasti ia akan mengambilnya dan menjaganya dari seluruh anjing-anjing lain, serta menggonggonginya setiap ada anjing yang mendekatinya.
Sebagian dari mereka ada pula yang berjiwa keledai, yang tidak diciptakan kecuali untuk bekerja keras dan makan, setiap kali bertambah makannya, bertambah pula kerja kerasnya dan ia menjadi hewan yang paling bisu dan paling buta. Sebagian dari mereka ada yang berjiwa binatang buas semangatnya sangat tinggi untuk bermusuhan dengan orang lain dan keinginan untuk menguasai mereka dengan segenap usaha dan kemampuannya. Ada juga yang berjiwa tikus. Mereka memiliki tabiat merusak segala yang ada di sekelilingnya. Seolah perbuatannya itu bertasbih, mahasuci Allah yang telah menciptakan tikus untuk merusak.
Sebagian dari hal-hal yang menyebabkan perbedaan pendapat manusia dalam menilai dan menentukan kebahagiaan adalah perbedaan kondisi kehidupan mereka sperti kaya, miskin, sehat, sakit, ketentraman dan malapetaka. Maka, orang yang miskin memandang bahwa kebahagiaan yang besar itu terdapat dalam kekayaan dan kemudahan hidup. Orang yang sakit memandang bahwa kebahagiaan itu ada pada kesehatan dan keselamatan. Orang yang hina melihat bahwa kebahagiaan ada pada kekuasaan. Orang yang tidak bermoral memandang bahwa kebahagiaan itu ada pada penguasaan terhadap hawa nafsu. Orang yang baik memandang bahwa kebahagiaan itu ada pada kegiatan menyebarkan kebaikan pada orang-orang yang berhak mendapatkannya. Orang primitif yang tumbuh di padang pasir dengan langit yang bersih, udara yang segar dan memiliki berbagai macam kebebasan yang sesuai dengan apa yang diinginkannya, ia yakin bahwa kebahagiaan ada pada kemuliaan jiwa dan keluhurannya.
Ia berusaha mati-matian untuk mencapai hal tersebut walaupun harus dihadapkan dengan kehidupan yang berat atau susah. Ia sangat menolak kehinaan walaupun disertai dengan kehidupan yang nyaman dan harta yang banyak. Hal tersebut telah diungkapkan dengan sangat jelas oleh seorang maisun istri muawiyah yang membenci kehidupan yang berperadaban paling tinggi. Ia lebih memilih kehidupan di dalam tenda bulu, karena ia merasakannya adanya kehinaan dan kerendahan pada gaya hidup yang pertama dan lebih merasakan hidup dalam gaya hidup yang kedua, karena disana banyak terdapat kemuliaan, dan keluhuran.
Yahya bin khalid ditanya, apakah kebahagian itu? Maka ia berkata “jasad yang sehat, hafalan yang kuad, kecerdasan akal dan bersabar dalam menjalani tahap untuk mendapatkannya apa yang dicari. Mungkin inilah jawaban yang kita cari selama ini dalam mencari kebahagiaan yang sejati di dunia. wassalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar